Jembrana memang memiliki banyak hal hal menarik. Termasuk tempat yang akan saya gambarkan ini. Sebenarnya tempatnya tidaklah terlalau istimewa. Tetapi suasananya sangat alami dan sejuk. Ditambah dengan adanya pohon Bunut yang unik. Semua menjadi menarik. Tempat ini dikenal sebagai Bunut Bolong.
Bunut Bolong. Itulah nama tempat yang saya tuju. Letaknya di Desa Manggissari Kecamatan Pekutatan, Jembrana. Dari jalan raya Denpasar Gilimanuk kita menuju 11 km kearah utara. Dinamai Bunut Bolong, karena adanya sebuah Pohon Bunut besar berusia ratusan tahun yang tumbuh tepat di jalan tersebut. Bunut Bolong adalah pohon Bunut yang tumbuh lestari di mana di tengah akar akarnya terdapat jalan raya yang menghubungkan kecamatan Pekutatan dengan Kabupaten Buleleng.Bagian bawah pohon ini, terdapat lubang yang sangat besar. Kendaraan besar semacam bus pun sering melewati lubang ini. Yup, benar sekali. Karena Pohon Bunut ini memiliki lubang besar, makanya kawasan inipun kemudian dinamakan Bunut Bolong.
Pemandangan di sekitar Bunut Bolong sangat indah. Perbukitan dan hutan alami menghijau, membuat setiap orang yang melewati tempat ini akan tergerak hatinya untuk sekedar berhenti menikmati maha karya sang pencipta. Karena seringnya orang berhenti disekitar tempat ini, maka kemudian dibangunlah beberapa tempat beristirahat semacam gazebo di kawasan Bunut Bolong. Dan benar saja, setiap yang lewat, sejenak pasti akan memanfaatkan gazebo ini untuk sekedar melepas lelah ataupun menikmati pemandangan.
Pohon Bunut adalah salah satu pohon yang kerapkali disucikan. Karenanya kita akan menjumpai tempat suci berupa sebuah pura kecil di sisi selatan pohon.
Selengkapnya...
Rabu, 18 November 2009
Bunut Bolong
Selasa, 17 November 2009
Pura Luhur Sri Rambut Sedana
Selain sebagai kawasan pertanian yang lestari, Jatiluwih juga menyimpan peninggalan dari jaman megalitik berupa tahta batu atau bebaturan di sejumlah pura. Salah satunya adalah Pura Luhur Sri Rambut Sedana.
Pura Luhur Sri Rambut Sedana, terletak di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Pura yang terletak di kawasan hutan lindung di lereng Gunung Batukaru ini masih sangat alami. hanya terdapat beberapa pelinggih pemujaan, yang sebagian besar masuh berupa babturan atau tahta batu, yang diyakini merupakan peninggalan tradisi megalitik di jaman perundagian.
Pura yang luasnya kurang lebih 8 are ini, merupakan salah satu stana Ida Btara Rambut Sedana. Dewa Kesejahteraan. Karenanya diyakini bahwa dengan bersembahyang di pura ini, seseorang akan dimudahkan rejeki dan kesejahteraannya.
Di pura yang pujawalinya jatuh pada Buda Wage Klawu ini, masyarakat dilarang sembarangan mengambil kayu atau pepohonan, kecuali untuk kepentingan upacara. karenanya banyak pohon pohon besar yang usianya bahkan telah mencapai ratusan tahun kemudian disucikan. seperti Bunut, Kayu Bukak, Kayu Base, dan Cempaka Kuning.
Selengkapnya...
Museum Subak
Bali sesungguhnya adalah daerah agraris. Masyarakatnyapun pada awalnya sebagian besar adalah petani. Sistem pertanian di Bali yakni Subak, sejak lama telah menjadi inspirasi bagi petani petani didaerah lainnya. Jaman tentu telah berubah. Kini Bali adalah salah satu ikon pariwisata Indonesia bahkan dunia. Ini tentu membawa perubahan pula pada lahan pertanian di Bali yang beralih fungsi. Karenanya, diperlukan sebuah tempat, sebagai wadah pelestarian sistem dan tata cara pertanian Bali. Tempat itu bernama Museum Subak.
Museum Subak, terletak di Desa Sanggulan, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan. Kurang lebih 35 km dari kearah barat Kota Denpasar. Museum ini adalah satu satunya museum pertanian di seluruh dunia. Dipilihnya Tabanan sebagai lokasi dari museum ini karena Tabanan merupakan daerah penghasil beras no 1 di Bali. Karenanya Tabanan pun juga dikenal dengan julukan Daerah Lumbung Beras.
Keberadaan Museum Subak, berawal dari kekhawatiran akan punahnya alat alat dan sistem pertanian di Bali akibat kemajuan teknologi. Sehingga sebelum semua alat alat tersebut hilang dan susah untuk dikumpulkan kembali, maka dirasa perlu adanya sebuah tempat untuk mengoleksi dan melestarikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertanian di Bali dari waktu ke waktu. Jadi, secara keseluruhan, dibangunnya museum subak bertujuan untuk menemukan kembali dan mengumpulkan semua data dan segala sesuatunya mengenai subak, yang memiliki nilai sejarah untuk kepentingan pendidikan, observasi atau penelitian, dokumentasi, serta tentunya sebagai objek rekreasi pariwisata.
Kemenangan Subak Rijasa pada 1979 dalam Supra Insus Nasional (sebuah lomba peningkatan produksi pertanian), telah memberi ide bagi gubernur bali saat itu, Prof.Dr.Ida Bagus Mantra untuk membangun Museum Subak. Museum yang kemudian diresmikan pada 13 oktober 1981 ini terdiri dari 2 bagian yakni museum induk dan museum terbuka.
Pada museum induk, kita akan mendapati beberapa bangunan seperti ruang pameran dan ruang audio visual. Pada ruang pameran ini kita akan menjumpai puluhan koleksi alat-alat pertanian yang digunakan masyarakat Bali dari jaman ke jaman. Alat alat itu meliputi alat bajak atau tenggala, cangkul, sabit, dll. termasuk alat alat persembahyangan yang berhubungan erat dengan aktivitas pertanian.
Mementara pada museum terbuka, Museum Subak Sanggulan dilengkapi dengan contoh contoh irigasi atau sistem pembagian air. mulai dari sumber air hingga bagaimana membaginya melalui temuku, terowongan, dll. semua dibuat nyata dalam sebuah lahan. Museum terbuka ini meliputi miniatur kolam, air terjun, terowongan, persawahan, pura bedugul, dan yang tidak ketinggalan adalah contoh rumah tradisional bali. Lengkap dengan perhitungan menurut asta kosala kosalinya.
Jelasnya, jika anda ingin mengetahui sistem pertanian bali dari berbagai aspeknya, mengunjungi Museum Subak adalah langkah yang tepat. Karena Museum ini menyimpan hampir semua hal hal yang berkaitan dengan pertanian di seluruh bali
Selengkapnya...
Sabtu, 14 November 2009
Pura Tirta Sudamala
Keberadaan pura yang berhubungan dengan air di Bali di percaya membawa berkah baik kemakmuran maupun pembersihan. salah satunya adalah Pura Tirta Sudamala di Desa Bebalang Bangli.
Pura Tirta Sudamala di Desa Bebalang Bangli ini sejak dulu diyakini mampu menciptakan aura pembersihan bagi siapa saja yang mandi dan melukat di pancurannya. Letaknya tidak jauh dari pusat Kota Bangli. Berada di tengah lebatnya pepohonan yang masih sangat alami. Dan untuk mencapainya, kita harus melewati jalanan yang cukup curam. tapi tidak perlu khawatir, karena kondisi jalannya cukup bagus.
Pura Tirta Sudamala, memiliki sejumlah pancuran dengan ukuran dan ketinggian berbeda. Air pancuran berasal dari mata air di sekitar sebuah pohon bunut besar yang telah berusia ratusan tahun. mata air ini tidak pernah kering, meskipun saat sedang musim kemarau.
Aktivitas di Pancuran tentu tidak pernah sepi. karena airnya yang jernih, masyarakat Desa Bebalang dan sekitarnya memanfaatkan air pancuran sebagai air minum. Selain itu sungai yang mengalir jernih di sekitar pancuran, kerap digunakan untuk mandi. Air yang mengalir deras dari pancuran juga sering dimanfaatkan untuk pemijatan.
Pemandangan menarik bisa kita lihat saat Purnama dan Tilem. Pura Tirta Sudamala akan dikunjungi banyak umat hindu dari berbagai daerah untuk melakukan pembersihan fisik dan rohani melalui pengelukatan. Anda tertarik?
Selengkapnya...
Pura Luhur Pucak Adeng
Nama Pura Luhur Pucak Adeng, memang tidak sepopuler pura pura Dang Kahyangan lainnya di Bali. Namun bagi anda umat hindu penyuka perjalanan spiritual alias tirta yatra, bisa menjadikan pura yang terletak di puncak Bukit Adeng ini sebagai salah satu tujuan persembahyangan anda.
Pura Luhur Pucak Adeng terletak di puncak Bukit Adeng, di Desa Penebel Kabupaten Tabanan. Kerana letaknya diatas ketinggian yakni kurang lebih 700 m diatas permukaan laut, maka hawanya pun terasa lumayan sejuk. namun untuk mencapainya, kita harus mengerahkan ekstra energi untuk mendaki bukit. melewati jalan setapak, ditengah lebatnya hutan lindung kawasan gunung Batukaru. perluwaktu nyaris 2 jam untuk mencapai areal pura.
Terdapat beberapa pura di kawasan pura Luhur Pucak Adeng. Meliputi Pura Puseh, Pura Dalem Dasar, Pura Beji, Pura Penataran Pucak Adeng, dan pura Pucak Anyar. Nyaris semua pelinggih di areal pura masih berupa bebaturan atau tahta batu, yang diselimuti tebalnya lumut.
Suasana di sekitar Pura Luhur Pucak Adeng masih sangat alami. sesekali kita akan mendengar riuhnya suara kera dan burung liar yang saling bersahutan. selain itu di kawasan ini juga terdapat banyak pepohonan yang dilindungi karena kelangkaannya. Masyarakat yang datang tentu dilarang mengambil flora dan fauna di kawasan yang dilindungi ini.
Sebuah informasi tambahan untuk anda, karena hutan di kawasan Bukit Adeng masih sangat alami dan lembap, persiapkan diri anda, karena binatang penghisap darah sejenis pacet, sangat banyak di lokasi ini. selamat Bertirta yatra... :))
Selengkapnya...
Penangkaran Menjangan
Menjangan adalah salah satu hewan yang keberadaannya mulai langka. selain habitatnya yang mulai berkurang, manusia juga senang menjadikan menjangan sebagai hewan buruan. Karenanya, sangat bagus apabila kemuadian ada pihak yang berinisiatif untuk menangkarkan hewan ini.
Sudah sejak beberapa tahun terakhir ini Ida Bagus Komang Rai menangkarkan menjangan. hingga saat ini terdapat kurang lebih 11 menjangan dari jenis menjangan bali dan timorenses
Menurut penangkarnya, menjangan ini dulunya merupakan sumbangan pemberian gubernur Bali kala itu, Dewa Made Berata. Kini, perawatan dalam penangkaran menjangan tersebut dikerjakan sendiri oleh Ida Bagus Komang Rai dibantu keluarganya. Menjangan diberi makanan berupa rumput dan tanaman yang dapat diperoleh dari sekitar tempat penangkaran di Dusun Palungan Batu, Desa Batu Agung Negara, Jembrana.
Selain untuk melestarikan keberadaan Menjangan sebagai hewan langka, penangkaran juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan sarana upacara keagamaan di Bali. Banyak masyarakat yang memerlukan hewan kurban menjangan datang ke tempat ini. Biasanya mereka memberi sejumlah uang pengganti kepada Ida Bagus Komang Rai.
Namun sayang, keterbatasan biaya perawatan, memyebabkan kondisi kandang tampak mulai tidak terawat. menurut pengakuan Ida Bagus Komang Rai, tak jarang menjangan menjangan ini berusaha melepaskan diri dari kandang yang terbuat dari kawat tersebut.
Selengkapnya...
Kamis, 12 November 2009
Kertagosa
Kerta Gosa terletak dipusat ibu kota Klungkung Semara pura. Kurang lebih 40 km kearah timur kota Denpasar. Kertagosa dimasa lalu bertalian erat dengan situasi keamanan, kemakmuran serta keadilan di wilayah kerajaan Bali.
Sejarah keberadaan Kerta Gosa, hanya tertulis pada sebuah Chandra Sangkala yang terpahat pada pintu kori agung alias pemedalan agung puri kerta gosa. Chandra sangkala ini menunjukkan bahwa kerta gosa dibangun pada tahun 1622 caka atau 1700 masehi saat pemerintahan raja I Dewa Agung Jambe
Objek Kerta Gosa sendiri meliputi 3 bangunan yakni Balai Kerta Gosa, Bali Gili atau Balai Kambang, serta pemedalan agung.
Balai Kerta Gosa sendiri merupakan pusat dari objek ini. Balai Kerta Gosa di masa kerajaan, berfungsi sebagai tempat bersidangnya raja raja bawahan diseluruh bali. Selain itu, di balai kerta gosa ini pulalah raja bersantap bersama para pendeta istana dan pendeta lainnya bila menghadap raja. Juga sebagai tempat menjamu tamu bangsawan asing, seperti belanda, inggris, portugis, dan cina.
Namun sejak keraton jatuh akibat perang puputan melawan Belanda, pada 28 april 1908, terjadi perubahan fungsi pada bangunan Balai Kerta Gosa. Hingga akhir pemerintahan belanda, Balai ini dijadikan balai pengadilan adat.
Pada Balai Kerta Gosa terdapat sebuah meja berukir keemasan, dan enam buah kursi. Kursi yang pada lengannya terdapat tanda singa adalah tempat duduk raja sebagai hakim ketua. Sedangkan kursi yang lengannya bertanda lembu, diperuntukkan bagi ahli hokum dan penasehat raja. Sementara kuri berlambang naga adalah tempat para panitera. Orang orang yang diadili akan duduk bersila di lantai.
Terkadang kontrolir alias pejabat tinggi belanda setempat ikut hadir dalam siding bila perkaranya dianggap khusus.
Yang sangat menarik pada Balai Kerta Gosa ini adalah adanya lukisan kuno wayang kamasan. Lukisan wayang pada balai kerta gosa menggambarkan keadaan roh roh di akhirat. Ceritanya diambil dari kisah Bima Swarga
Lukisan wayang Kamasan pada Langit langit Balai kerta gosa terbagi ke dalam beberapa bagian. Meliputi : Petak terbawah adalah cerita Tantri Kandaka. Berkisah tetang tipu muslihat dalam kehidupan masyarakat.
Petak II dan III adalah ceritera Atma Prasangga. Cerita ini mengisahkan bagaimana penderitaan roh di neraka yang dihukum berdasarkan perbuatannya masing masing di dunia.
Selanjutnya Petak ke IV adalah cerita Sang Garuda mencari Tirta Amerta, dari kisah Adi Parwa. Kurang lebih sebagai symbol betapa sulitnya mencari sumber kehidupan didunia ini.
Terakhir petak ke V adalah cerita pelelindon atau gempa. Gempa saat itu adalah sebuah ramalan yang sangat berarti bagi masyarakat dan pemerintahan pada suatu bangsa.
-----
Selain balai kerta gosa, terdapat pula sebuah balai gili atau balai kambang di areal objek sejarah Kertagosa. Dijaman dahulu, Balai gili juga merupakan bagian tak terpisahkan dari puri samara pura klungkung. Diberi nama Gili, karena keberadaannya yang ditengah tengah gili atau kolam buatan. Sebenarnya di jaman dulu, balai gili atau balai kambang ini bentuknya tidak seperti saat ini. Ukurannya lebih kecil, dan tiang penyanggapun jumlahnya sangat sedikit. Tempat ini digunakana sebagai tempat berkumpulnya para punggawa kehormatan istana. Namun selanjutnya menjadi tempat pelaksanaan upacara manusa yadnya keluarga puri.
Balai gili atau balai kambang ini berarsitektur tradisional bali. Dibangun beralaskan kura kura raksasa, sementara diatas tembok pembatasnya di bangun patung para dewa dan raksasa.
Seperti halnya Balai kertagosa, pada langit langit atapnya juga tergambar lukisan wayang kamasan . bedanya, lukisan wayang di balai gili searah jarum jam menggambarkan pelelintangan dan kehidupan sehari hari kala itu.
Petak pertama, paling bawah adalah cerita pelelintangan, alias nasib seserorang berdasarkan ahri kelahiran. Gambar ini misalnya. Menunjukkan seseorang digigit anjing. Ini adalah gambaran seseorang yang lahir pada selasa pon, dengan bintang anjing. Artinya orang yan lahir pada hari tersebut berwatak satria, berbakat memimpin dan di segani…begitulah kira-kira. Masih banyak lagi gambar serupa di petak yang sama.
Petak II selanjutnya mengisahkan ceritera pan Brayut. Sebuah dongeng kanak kanak tentang sepasang suami istri beranak 18
Petak III, IV.V dan VI adalah cerita Sutasoma, karya pujangga kenamaan Mpu Tantular, di masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk pada jaman kerajaan Majapahit tahun 1365
--------------
Bangunan ketiga yang menjadi daya tarik di areal kerta gosa adalah sebuah kori agungatau pemedalan agung. Inilah jejak yang tersisa dari kemegahan istana kerajaan klungkung dimasa lampau. Istananya sendiri telah hancur akibat perang dahsyat melawan belanda pada 28 april 1908. perang ini kemudian dikenal sebagai Perang Puputan Klungkung.
Kerta Gosa saat ini masih berada dalam kondisi cukup baik. Namun tentunya perlu perhatian serius dari pemerintah maupun pihak terkait untuk kelestariannya. Apalagi saat ini kerta gosa dibuka untuk umum sebagai salah satu daya tarik pariwisata klungkung.
Sebagai sebuah objek cagar budaya, kertagosa akan memberi banyak kontribusi pada pengetahuan sejarah Bali pada khususnya. Karenanya tentu akan sagat bijak apabila semua tindakan yang diambil demi mempertahankan objek ini haruslah melalui bermacam pertimbangan khusus. Karena Kerta Gosa adalah rekam jejak sejarah bali.
Selengkapnya...
Mekepung
Kabupaten Jembrana yang terletak diujung barat pulau dewata memiliki sebuah tradisi unik yakni MEKEPUNG. Mekepung ini berbeda dengan atraksi sejenis seperti karapan api di madura, atau sapi grumbungan di buleleng. Mekepung menggunakan media kerbau sebagai hewan lomba.
Jembrana adalah daerah agraris. Kontur tanahnya sangat cocok dipakai sebagai lahan pertanian, peternakan hingga perikanan. Dari tradisi agraris ini pulalah kemudian berkembang sebuah atraksi menarik berupa balap kerbau atau mekepung. Seperti namanya, hewan yang dipakai adalah kerbau. Kerbau kerbau yang oleh masyarakat biasanya digunakan untuk membajak sawah, kemudian dipertandigkan dalam sebuah perlombaan.
Nah mekepung kali ini tampaknya akan berlangsung cukup seru. Sehari sebelum event, arena Makepung telah dipadati oleh para pelomba dari berbagai desa, dengan membawa kerbau-kerbau mereka yang terbaik. Bagi mereka yang cukup uang, mereka akan mengangkut kerbau kerbau tersebut dengan truk. Seangkan bagi yang tidak, ya sang kerbau cukup berjalan kaki sementara kereta ditarik ojek motor.
Menjelang subuh, keramaian makin terasa. Tak lama, kamipun berada ditengah-tengah kerumunan peserta dan kerbau kerbaunya. Kerbau-kerbau ini pelihara dan diperlakukan sebagaimana layaknya seorang atlit terbaik. Bahkan, menjelang perlombaan, kerbau-kerbau ini diberikan menu makanan yang khusus, penuh dengan ramu-ramuan yang menghasilkan extra energi. Tidak ketinggalan, mereka juga mendandani kerbaunya secantik mungkin. Bahkan kerbau kerbau ini juga diberi nama yang eksotis seperti : ongky, ardi laksana, ratu pantai selatan, dewi kencana ayu dan lain-lin
Mekepung biasanya menggunakan 2 ekor kerbau, sebuah kereta dan seorang joki diatasnya. Pesertanya selalu dibagi menjadi 2 yakni Ijogading timur dan ijogading barat dengan masing masing kostum hijau dan merah. Pemenang adalah mereka yang terlebih dahulu mencapai garis finish. Kerbau akan dipacu sekencang kencangnya. Meski cuaca terasa sangat panas, namun tidak serta merta menyurutkan antusias warga memberi semangat pada pasangan kerbau favorit mereka.
Selengkapnya...
Relief Yeh Pulu
Bedulu adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar. Kurang lebih 25 km arah timur Kota Denpasar. Selain merupakan kawasan pertanian yang cukup subur, Desa Bedulu dikenal di kalangan dunia ilmu arkeologi, sebagai sebuah kawasan yang kaya akan tinggalan-tinggalan arkeologi dari jaman Bali kuno. Salah satunya adalah RELIEF YEH PULU.
Relief tua Pura Yeh Pulu terletak di sebelah tenggara Desa Bedulu. Berada ditengah-tengah persawahan, Relief yang merupakan relief terpanjang di bali ini, ditemukan oleh seorang punggawa kerajaan Ubud ditahun 1925, dan kemudian dipublikasikan Jawatan Arkeologi Belanda pada 1929.
Relief batu cadas kuno Yeh Pulu diperkirakan dibuat pada abad ke 15. Relief bernuansa magis dan penuh makna ini terpahat sepanjang 25 meter disisi tebing cadas, setinggi 2 meter.
Sejumlah penelitian pun telah dilakukan para pakar dari dalam maupun luar negeri untuk mengenali makna yang tersirat di balik relief dinding tebing batu cadas perbukitan ini. Sehingga kemudian banyak tafsir dan analisis yang muncul tentang makna di balik relief ini.
Tergambar jelas, pada relief diantaranya tergambar seorang laki-laki memikul guci, seorang nenek tua duduk santai, seorang Pertapa dengan tangan sembah sujud, di sebelahnya terdapat perempuan dengan sejumlah perhiasan kuno, tiga ekor kera, dan seorang laki-laki berambut panjang sedang menunggang kuda, dua orang laki-laki menyerang binatang dengan senjata tradisional, perkelahian antara katak dan ular, serta dua laki-laki memikul lima ekor babi, dan terakhir terlihat dengan jelas seorang perempuan memegang ekor kuda yang sedang ditunggangi seorang pria.
Secara keseluruhan tema cerita pada relief yeh pulu menggambarkan suasana kehidupan dalam hutan serta kehidupan sehari-hari dimasa Kerajaan Bali Kuno.
---------
Kata Yeh dalam bahasa daerah Bali berarti air dan Pulu adalah gentong. Nama Yeh Pulu sendiri diambil dari gentong atau tempat penyimpanan beras dimasa lalu, yang berada di tengah sumbu air yang disucikan, yang terletak di sebelah barat relief.
Sebagian besar tinggalan-tinggalan arkeologi di Desa Bedulu khususnya, dan Gianyar pada umumnya, berada tidak jauh dari sumber-sumber air. Demikian pula dengan relief yeh pulu ini.
Untuk menuju lokasi Relief Yeh Pulu, kita terlebih dahulu akan melewati jalan setapak dengan persawahan disekelilingnya. Disisi sepanjang jalan setapak yang ditata asri dan rapi ini, tampak tebing batu cadas dengan sumber-sumber air. Air yang berlimpah ini selanjutnya akan dialirkan ke areal persawahan di sekitar relief.
Monumen Yeh Pulu ini dilengkapi pula dengan sebuah tempat suci yang berfungsi sebagai pura subak, yang menambah suasana indah pada kompleks relief ini.
Disamping pahatan-pahatan klasik Bali, Relief Yeh Pulu juga memiliki Ceruk-ceruk atau goa. Ceruk-ceruk di selatan relief yeh pulu ini ditengarai sebagai tempat pertapaan Raja Bali Kuno terakhir,sebelum Bali runtuh ke tangan Majapahit pada 1343.
Relief Yeh Pulu merupakan salah satu diantara sekian banyak monumen sejarah Klasik Bali di zaman Bali Kuno pada abad ke 14 masehi. Relief ini sarat dengan pengetahuan seni, yang sampai saat ini masih lestari dan diemong oleh Krama Subak, sebagai salah satu organisasi klasik bali yang secara khusus mengatur Petani dan segala aspeknya di dalam menggarap tanah persawahan di Bali.
Kondisi ini tentu akan sangat membantu dalam pelestarian kawasan atau situs peninggalan bersejarah.
Selengkapnya...
Pura Dalem Balingkang
Pura Dalem Balingkang, Desa Pinggan, Kintamani, Bangli. Lokasinya, dari Denpasar mengikuti jalur Denpasar-Singaraja lewat Kintamani. Dari Pura Pucak Panulisan menuju arah timur laut kira-kira 15-20 km. Tempatnya sangat unik dikelilingi Sungai Melilit, yang dianggap sebagai benteng utama menuju ke Kerajaan Balingkang di jaman Bali Kuno.
Keberadaan Pura Dalem Balingkang sebagai pura maupun sebagai Keraton Raja Bali Kuna tercatat dalam "Pengeling-eling Desa Les-Penuktukan, Tejakula, Buleleng" yang dikeluarkan oleh Raja Jaya Kasunu sekitar abad ke-11. Raja Jaya Kasunu tercatat sebagai leluhur Raja Jaya Pangus Harkajalancana. Balingkang berasal dari kata "bali dan ing kang". Secara tuturan dan bukti tertulis, hal ini dikaitkan dengan pernikahan Raja Jaya Pangus Harkajalancana dengan wanita Cina bernama Kang Ci Wi. Ia adalah putri Tuan Subandar, seorang pedagang dari Cina. Maka digabunglah Bali-Ing-Kang jadi Balingkang.
Struktur Pura Dalem Balingkang termasuk unik, karena dulu konon dijadikan istana raja yang menghindari serangan raja lainnya. Untuk menuju ke areal puranya saja, kita terlebih dahulu harus melewati puluhan anak tangga. Di awal adalah kompleks Pura Tanggun Titi di ujung jembatan dan ada sumber air. Di sumber air ini kerbau disucikan sebelum mepepada.
Kompleks kedua setelah melewati tanah lapang yang dulu difungsikan membangun tempat penginapan, ada bangunan cangapit, yakni pintu masuk yang dilengkapi tempat duduk raja saat menyaksikan jro gede mepada mengelilingi pura.
Di jaba tengah, tak banyak bangunan, hanya ada paruman agung, stana Ida Bhatara Sami, serta palinggih Ratu Ayu Subandar. Palinggih ini sebagai pemujaan pada Kang Ci Wi dan ini amat diyakini oleh masyarakat Cina membawa berkah.
Di kompleks utama atau jeroan, dibangun pemujaan Puri Agung Petak dengan meru 11 dan meru 9. Juga dibangun pemujaan Dalem Balingkang dengan gedong bata dan meru 7. Ada pula bangunan balai panjang bertiang 24, bertiang 20, dan balai mundar-mundar bertiang 16.
Selengkapnya...
Grya Kongco Dwipayana
Di Tanah Kilap yang juga dikenal dengan sebutan Alas Muntig inilah Kongco Dwipayana berada. Konco yang berada ditengah hutan mangrove ini letaknya berdampingan dengan Pura Luhur Candi Narmada. Kedua tempat peribadatan tersebut merupakan contoh baik kerukunan antar pemeluk agama di Bali. Di Griya Kongco Dwipayana inilah kita bisa melihat persahabatan erat antara penganut Hindu (Siwa), Budda, dan Tao.
Adanya Grya Kongco Dwipayana ini menurut pendirinya Ida Bagus Adnyana,bermula dari ditemukannya tiga peninggalan kuno. Masing-masing berupa petilasan Batara Lingsir (Dewa Siwa), prasasti batu bertuliskan peristiwa Dinasti Ching sekitar 360 tahun silam, serta sebuah kolam suci.
Semntara struktur bangunan Grya Kongco Dwipayana tidak jauh berbeda dengan bangunan Pura, yang membagi halamannya menjadi beberapa bagian yakni nista, madya dan utama mandala. Sejumlah bangunan suci budha dan hindu bisa kita lihat disini, sejalan dengan mereka yang datang juga berasal dari 2 keyakinan berbeda.
Selain tempat pemujaan bagi Batara Lingsir (Dewa Siwa), serta Gedong Buddha dan Gedong Kongco yang masing masing ditujukan untuk sang Budha dan Dewi koan Im, Di Grya Kongco Dwipayana Tanah Kilap juga dipuja Dewa Panglima Armada (Sam Po Tay Jin/Sam Po Kong), Dewa Perang (Kwan Kong), Dewa Laut (Tian Shang Sheng Mu), Ratu Bagus Sakti Syahbandar (Ratu Mas Alan Ulun), Dewa Amurwa Bumi (Tho Di Kong), dan Dewa Na Cha Sakti.
Selain di merupakan tempat suci bagi penganut siwa dan Budha, yang juga istimewa di konco Tanah Kilap adalah adanya stana Dewi Chi Sian Nii, berupa tujuh dewi sebagai asisten permaisuri Kaisar Langit, yang merupakan perwujudan satu-satunya di Indonesia. Disini pulalah orang-orang lazim memohon keselamatan, kesehatan, membuka jalan keberuntungan, masalah perjodohan hingga rumahtangga. Perwujudan Tujuh Dewi Chi Sian Nii ini distanakan di atas kolam suci berbentuk siao pwe.
Kolam suci ini dipercaya mengandung mukjizat. Airnya tidak pernah meluap, tapi juga tidak kunjung habis. Air suci inilah lazim diberikan kepada orang-orang usai sembahyang, agar memperoleh berkah sesuai karma masing-masing.
Griya Kongco Dwipayana merayakan ulangtahun setiap 9/9-penanggalan cina. Sedangkan Dewi Chi Sian Nii dirayakan pada 7/7 setiap tahunnya.
Selengkapnya...